Senin, 23 Januari 2017

Analisis Kasus Kebudayaan dan Sikap

Sekelompok siswa SMK di sebuah kota yang terletak di sebelah timur Jakarta berasal dari keluarga kalangan tas yang baik-baik. Dua diantara mereka pulang-pergi  ke sekolah mengendarai kendaraan yang terbilang mewah. Sejak semester 1 di kelas 1,delapan siswa ini terus menerus terlibat dalam kenakalan remaja, seperti membolos, terlambat atau tidak masuk sekolah dengan memakai berbagai alasan untuk menipu gurunya, meminum-minuman keras, kebut-kebutan di jalan raya, melakukan pencurian ringan, mencoret-coret bahkan merusak fasilitas umum.
            Mereka melakukan tindakannya sangat hati-hati ehingga jarang berurusan dengan polisi. Di mata sebagian masyarakat, kelompok siswa seperti ini disebut sebagai “anak baik-baik” dan mempunyai masa depan yang cerah. Diakhir remajanya, sebagian dari mereka dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi.

Analisis kasus

Dalam era globalisasi, perkembangan IPTEK meningkat dengan pesat. Dampak dari eksistensi IPTEK dapat berupa pengaruh yang menguntungkan maupun yang merugikan. Dengan adanya IPTEK, pola pikir masyarakat sedikit demi sedikit mulai berubah. Apalagi di zaman yang terbuka ini, kemajuan teknologi yang amat pesat telah membawa berbagai macam pengaruh baik dari dalam maupun dari luar. Semua pengaruh itu, begitu mudah hadir ditengah-tengah kita. Lambat laun tanpa disadari, kita telah mengadopsi nilai-nilai baru tersebut. Pengaruh itu berdampak pada terciptanya perilaku sosial dan adat istiadat yang baru diantara golongan masyarakat tersebut, disamping menggeser nilai-nilai dan norma-norma sosial yang lama.
Contoh:
Penemuan telepon telah mengubah pola dan cara berkomunikasi masyarakat. Dulu, masyarakat yang jaraknya berjauhan tidak dapat berkomunikasi secara langsung dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Namun, dengan adanya telepon, masyarakat bisa berkomunikasi pada saat itu juga, bahkan dengan yang jaraknya berjauhan serta tanpa harus bertatap muka. 
Bagi masyarakat yang tidak mampu beradaptasi bahkan bersaing di kancah perkembangan IPTEK, mereka cenderung akan teringgal oleh masyarakat lain yang mampu beradaptasi. Masalah ini tentunya kan menciptakan suatu kesenjangan sosial. Masalah kesenjangan sosial di masyarakat menjadi masalah yang pelik yang perlu dibahas. Terdapat jurang pemisah antara si “kaya” dengan si “miskin”. Kesenjangan sosial akan berdampak pada perubahan tingkah laku individu atau kelompok tertentu sehingga menimbulkan permasalahan sosial.
Alasan penulis mengangkat kasus diatas adalah sebagai berikut.
Secara kodrati, manusia merupakan mahkluk monodualis. Artinya, manusia sebagai mahkluk individu dan juga berperan sebagai makhluk sosial. Sebagai mehkluk individu, manusia memilki keunika-keunikan tersendiri yang berbeda dengan manusia lain, terdiri atas unsur jasmani dan rohani yang tidak dapat dipisahkan, dan berusaha mengembangkan kemampuan pribadinya guna memenuhi hakikar individualitasnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya)
            Setiap individu yang ada pasti akan berinteraksi dengan individu lainnya. Ketika individu dengan kesamaan kepentingan dan memiliki kesadaran bersama berkumpul, maka akan terbentuk kelompok. Kelompok merupakan perwujudan dari konsep manusia sebagai mahkluk sosial. Sedangkan individu-individu yang berinteraksi sehingga membentuk kelompok merupakan perwujudan dari konsep manusia sebagai mahkluk individu.

            Setiap masyarakat mempunyai tujuan-tujuan kebudayaannya, dan memilki cara-cara yang diperkenankan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Sebagai akibat dari proses sosialisasi, individu-indivdu belajar mengenali tujuan-tujuan kebudayaannya. Selain itu, mereka juag mempelajari cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan yang selaras dengan kebudayaannya. Apabila kesempatan untuk mencapai tujuan-tujuan ini tidak ada, individu-individu akan mencari alternatif. Perilaku alternatifnya kemungkinan akan menimbulkan penyimpangan sosial. Perilaku menyimpang dapat berlangsung dalam kelompok sebagai penyimpangan kelompok.
Eksistensi dari penyimpangan kelompok yang terjadi, akan terlihat jika adanya stereotip masyarakat terhadap penyimpangan tersebut. Stereotip adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok dimana orang tersebut dapat dikategorikan. Stereotip merupakan jalan pintas pemikiran yang dilakuakan secara intuitif oleh manusia untuk menyederhanakan hasl-hal yang kompleks dan membantu dalam pengambilan keputusan secara cepat. Namun, stereotip dapat berupa prasangka positif dan juga negatif, dan kadang-kadang dijadikan alasan untuk melakukan tindakan diskriminasi. Stereotip jarang sekali akurat, biasanya hanya memiliki sedikit dasar yang benar, atau bahkan sepenuhnya dikarang-karang.

KOMENTAR
Dari dua kasus yang diangkat diatas, permasalahan tersebut sebenarnya berkaitan dengan stereotip masyarakat terhadap kelompok tertentu. Dalam hal ini, masyarakat memberikan kesan pertama dari sudut pandang yang berbeda antara kelompok remaja yang tergolong kaya dengan remaja yang tergolong miskin. Dalam kasus tersebut, juga terjadi dilema anatara kepentingan individu oleh kelompok remaja dengan kepentingan sosial oleh masyarakat. 
            Sebenarnya, tingkat kenakalan kedua kelompok remaja tersebut terbilang sama, namun hanya berbeda dari sudut pandang masyarakat terhadap keduanya. Berdasarkan dua kasus diatas, sudut pandang masyarakat didasarkan pada adanya faktor yang memicu terjadinya penyimpangan sosial oleh kelompok remaja tersebut. Faktor pendidikan dan faktor ekonomi/ kelas sosial mendominasi penyebab terjadinya penyimpangan sosial dari kasus diatas. Tinggi rendahnya pendidikan akan mempengaruhi faktor ekonomi, sehingga menciptakan kelas-kelas sosial, dan pada akhirnya akan berdampak pada stereotip masyarakat.
Jika dilihat dari segi pendidikan, remaja yang terbilang kaya raya, stereotip yang terlontar dari masyarakat  adalah remaja yang berpendidikan. Dengan ekonomi yang bagus, para remaja tersebut mampu bersekolah sehingga mendapat pendidikan yang layak dan berkualitas. Dalam pikiran sebagian orang, setiap orang yang berpendidikan pasti mempunyai etika dan kepribadian yang baik. Oleh karena itu, sudah sewajarnya masyarakat menilai kelompok remaja itu sebagai “remaja yang baik-baik”. Dengan pendidikan yang dimilikinya, kelompok remaja tersebut dapat menyembunyikan kejelekan-kejelekan mereka. Pola pikir mereka lebih terorganisir, berfikir matang, dan efisien karena dibekali dengan pendidikan yang cukup dan memadai, sehingga memudahkan mereka dalam memanipulasi setiap konsekuensi yang terjadi akibat perbuatan mereka. Hal ini menjadikan stereotip terhadap mereka terkesan baik di mata masyarakat.
Sedangkan untuk remaja yang berasal dari keluarha kelas bawah, stereotip masyarakat adalah remaja yang tidak berpendidikan. Dalam pikiran sebagian orang, setiap orang yang kurang mendapat mendidikan yang layak, pasti mempunyai etika dan kepribadian yang buruk. Hal ini sebagai alasan sebagian orang, menilai kalangan yang berasal dari kelas bawah jika mereka melakukan perbuatan yang menyimpang. Oleh karena itu, sudah sewajarnya, masyarakat menilai kelompok remaja tersebut sebagai “remaja yang acak-acakan”.
Mengapa pandangan masyarakat seperti itu? 
Hal ini mungkin disebabkan oleh pendidikan yang dimilki oleh kalangan kelas bawah yang rendah. Kelompok remaja itu tidak sanggup menyembunyikan segala bentuk kejelekan-kejelekan mereka karena minimnya pengetahuan yang didapat, sehingga selalu terlihat oleh masyarakat segala tindakan menyimpang yang dilakukan. Pola pikir mereka cenderung tergesa-gesa, berani mengambil resiko tanpa adanya pertimbangan, dan bersikap mandiri.    Satu hal lagi yang berpengaruh terhadap perilaku menyimpang para remaja tersebut adalah karena adanya pemberian julukan (Labelling). Keadaan tersebut menggambarkan bagaimana suatu perilaku menyimpang seringkali menimbulkan serangkaian peristiwa yang justru mempertegas dan meningkatkan penyimpangan. Kenyataan menunjukan bahwa dalam keadaan tertentu pemberian cap mendorong timbulnya penyimpangan berikutnya. Hal ini menjadikan stereotip masyarakat terhadap mereka menjadi buruk.
            Dari segi ekonomi, para remaja yang mempunyai orang tua yang kaya, mereka tidak terlalu mengkhawatirkan persoalan keuangan. Untuk melakukan apa yang mereka inginkan, mereka tidak perlu dipusingkan dengan masalah dimana harus mendapatkan uang. Semuanya sudah tersedia dan serba cukup. Mereka hanya tinggal menikmatinya saja. Kebanyakan diantara mereka memiliki masa depan yang cerah, bahkan nantinya ada yang menjadi pemimpin atau orang-orang penting lainnya.
            Lain halnya dengan remaja yang mempunyai orang tua yang melarat. Mereka harus memikirkan bagaimana cara untuk mendapatkan uang, baik untuk biaya sekolah, keperluan rumah, makan sehari-hari, dan masih banyak lagi. Mereka dipaksa untuk bekerja disamping juga bersekolah demi memenuhi kebutuhan hidup. Bahkan diantara mereka ada yang rela menghalalkan segala cara untuk mendapatkan tujuan-tujuan tertentu. Sebagian dari mereka, ada juga yang memutuskan untuk tidak bersekolah. Di mata masyarakat mereka terkesan tidak baik. Ada sebagian orang menganggapnya sebagai unsur premanisme, yang cinta akan kekerasan. Kebanyakan diantara mereka nantinya memiliki masa depan yang suram, seperti menjadi pengganguran,  perampok, pencuri dan lain sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar